Jejak Diaspora Jawa di Kaledonia Baru: Sebuah Tinjauan Sejarah

edwards2010.com – Tahukah Anda bahwa ada komunitas keturunan Jawa di Kaledonia Baru, sebuah negara kepulauan yang terletak di Samudra Pasifik? Menariknya, kehadiran mereka di sana diawali dari era kolonial yang dipengaruhi oleh kebijakan penjajahan Belanda. Informasi mendalam tentang ini terangkum dalam buku ‘Diplomasi: Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara’ karya A Agus Sriyono, Darmansjah, dan Bagas Hapsoro, serta tesis yang berjudul ‘The Javanese diaspora in New Caledonia’ oleh Hayuningsih dari University of Amsterdam pada tahun 2023.

Kaledonia Baru pertama kali dikenal oleh dunia Barat melalui ekspedisi yang dipimpin oleh Kapten Cook pada tahun 1774, dan menjadi koloni Prancis sejak tahun 1853. Pada awalnya, koloni ini diisi oleh narapidana dari Prancis sebagai tenaga kerja. Namun, setelah periode kolonial penal berakhir, kebutuhan akan tenaga kerja murah untuk sektor pertanian dan pertambangan meningkat drastis. Itulah sebabnya, mulai tahun 1896, Gubernur Jenderal Prancis saat itu, Paul Feillet, mengimplementasikan sistem kerja paksa kontrak.

Orang-orang Jawa mulai datang ke Kaledonia Baru pada tahun 1896 sebagai bagian dari sistem kerja paksa tersebut. Mereka direkrut untuk bekerja di perkebunan kopi dan tambang nikel. Pilihan terhadap orang Jawa didasarkan pada persepsi mereka yang patuh dan disiplin, sebuah stereotip yang dibentuk oleh kolonial Belanda. Kondisi kerja yang mereka hadapi sangatlah keras dan mereka sering kali diisolasi di tempat kerja, hanya boleh meninggalkan area kerja dengan izin khusus dari pengawas.

Seiring berjalannya waktu, walaupun banyak pekerja kontrak dari Jawa yang kembali ke Hindia setelah kontrak berakhir, sejumlah besar dari mereka memilih untuk menetap dan membentuk komunitas di Kaledonia Baru. Komunitas ini menjadi cikal bakal dari diaspora Jawa di sana. Namun, banyak dari keturunan mereka yang tidak mengetahui sejarah keluarga mereka secara detail, karena seringkali informasi tersebut disembunyikan oleh generasi sebelumnya akibat stigma negatif sebagai keturunan pekerja kontrak. Saat ini, berkat usaha dari sejarawan dan peneliti, sejarah yang hampir terlupakan itu mulai diungkap kembali, memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asal-usul dan kontribusi mereka dalam masyarakat setempat.