Beda Nasib Presiden Korea Selatan dan Mantan Menteri Pertahanan Setelah Darurat Militer: Kenaikan dan Kejatuhan

edwards2010.com – Darurat militer yang diberlakukan di Korea Selatan pada tahun 1980 adalah salah satu peristiwa paling berpengaruh dalam sejarah modern negara tersebut. Peristiwa ini tidak hanya mengubah lanskap politik Korea Selatan, tetapi juga mengubah nasib banyak tokoh yang terlibat, termasuk Presiden Korea Selatan saat itu, Chun Doo-hwan, dan mantan Menteri Pertahanan, Roh Tae-woo. Keduanya memiliki nasib yang sangat berbeda setelah darurat militer berakhir.

Chun Doo-hwan, yang saat itu menjabat sebagai Presiden Korea Selatan, adalah arsitek utama dari pemberlakuan darurat militer. Setelah berhasil menumpas pemberontakan di Kwangju, Chun mengkonsolidasikan kekuasaannya dan menjadi presiden pada tahun 1980. Selama masa jabatannya, Chun melakukan berbagai reformasi ekonomi dan politik yang membantu memodernisasi Korea Selatan. Namun, kebijakan otoriternya juga menimbulkan banyak kontroversi dan ketidakpuasan di kalangan rakyat.

Setelah masa jabatannya berakhir pada tahun 1988, Chun Doo-hwan menghadapi banyak tuduhan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia. Pada tahun 1996, ia dijatuhi hukuman mati atas tuduhan korupsi dan keterlibatannya dalam pembantaian di Kwangju. Namun, hukuman tersebut kemudian diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup. Chun akhirnya dibebaskan pada tahun 1997 setelah mendapatkan grasi dari Presiden Kim Young-sam. Meskipun demikian, reputasinya tetap ternoda, dan ia hidup dalam pengasingan di sebuah biara Buddha hingga akhir hayatnya.

Roh Tae-woo, yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan di bawah Chun Doo-hwan, adalah salah satu sekutu terdekat Chun selama masa darurat militer. Setelah Chun turun dari jabatannya, Roh Tae-woo terpilih sebagai presiden pada tahun 1988. Selama masa jabatannya, Roh berusaha untuk memulihkan demokrasi di Korea Selatan dengan melakukan berbagai reformasi politik dan ekonomi. Ia juga berhasil menyelenggarakan Olimpiade Seoul pada tahun 1988, yang meningkatkan reputasi internasional Korea Selatan.

Meskipun berhasil melakukan reformasi, Roh Tae-woo juga menghadapi tuduhan korupsi setelah masa jabatannya berakhir. Pada tahun 1995, ia dijatuhi hukuman penjara 17 tahun karena menerima suap selama masa jabatannya. Namun, seperti Chun Doo-hwan, Roh juga mendapatkan grasi dari Presiden Kim Young-sam pada tahun 1997. Setelah bebas, Roh Tae-woo menghabiskan sisa hidupnya dalam pengasingan dan menjalani kehidupan yang lebih tenang dibandingkan dengan Chun Doo-hwan.

Nasib Presiden Chun Doo-hwan dan mantan Menteri Pertahanan Roh Tae-woo setelah darurat militer menunjukkan betapa kompleksnya dinamika politik di Korea Selatan. Keduanya berhasil mencapai puncak kekuasaan, tetapi juga mengalami kejatuhan yang dramatis akibat tuduhan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia. Meskipun mereka berdua akhirnya mendapatkan grasi, reputasi mereka tetap ternoda, dan mereka hidup dalam pengasingan hingga akhir hayat mereka. Peristiwa ini menjadi pelajaran penting tentang kekuasaan, korupsi, dan pentingnya demokrasi yang sehat.