edwards2010.com – Rusia kembali menyoroti kebijakan Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah, menyatakan bahwa kebijakan tersebut telah gagal total dan menimbulkan ketegangan di kawasan tersebut. Tudingan ini disampaikan dalam konteks meningkatnya kekerasan dan konflik di Timur Tengah, yang menunjukkan kelemahan AS dalam mengelola situasi di kawasan tersebut.

Rusia menuding bahwa kebijakan AS di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden telah mengalami kegagalan total. Hal ini diungkapkan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, yang menyatakan bahwa lonjakan kekerasan di Timur Tengah adalah bukti nyata dari kegagalan tersebut. Rusia juga menyoroti bahwa AS telah menyebarkan konflik dari Jalur Gaza ke kawasan Timur Tengah yang lebih luas, dengan serangan-serangan terhadap milisi pro-Iran di Irak dan Suriah.

Rusia tidak tinggal diam terhadap tudingan yang dilontarkan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bahwa Rusia berkepentingan mengobarkan perang di Timur Tengah untuk melemahkan persatuan global. Kremlin menegaskan bahwa tudingan tersebut tidak berdasar dan menolak keras klaim tersebut. Rusia juga menekankan bahwa ketegangan di Timur Tengah tidak menguntungkan siapa pun, termasuk Israel, Iran, dan seluruh kawasan.

Moskow menuduh AS sebagai pemicu utama ketegangan di Timur Tengah. Rusia menyebutkan bahwa serangan-serangan yang dilakukan oleh AS dan sekutunya, seperti Inggris, terhadap fasilitas milik kelompok Houthi di Yaman, semakin memperburuk situasi di kawasan tersebut. Putin juga menuding AS memprovokasi kemarahan di Timur Tengah dengan mengirimkan gugusan kapal induk ke wilayah tersebut.

Rusia tidak sendirian dalam menuding AS. China juga mendukung tudingan ini, menyatakan bahwa AS adalah pemicu utama ketegangan di Timur Tengah. Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, Rusia dan China bersama-sama menuding AS sebagai penyulut ketegangan di kawasan tersebut.

Analisis dari beberapa sumber menunjukkan bahwa kehadiran militer konvensional China di Timur Tengah sangat kecil, tetapi kegiatan ekonominya sangat besar. Rusia, sejak dulu, telah menempatkan militernya di Suriah, tetapi tidak mampu memenuhi kesepakatan senjata karena sedang berperang dengan Ukraina. Hal ini menunjukkan bahwa Rusia dan China memiliki perspektif yang berbeda dalam mengelola situasi di Timur Tengah, dengan Rusia lebih fokus pada kehadiran militer dan China pada kegiatan ekonomi.

Rusia menuding bahwa kebijakan AS di Timur Tengah telah gagal total dan menimbulkan ketegangan di kawasan tersebut. Tudingan ini didasarkan pada meningkatnya kekerasan dan konflik di Timur Tengah, serta serangan-serangan yang dilakukan oleh AS dan sekutunya. Rusia juga mendapat dukungan dari China dalam menuding AS sebagai pemicu utama ketegangan di kawasan tersebut. Situasi ini menunjukkan bahwa peran AS di Timur Tengah masih menjadi sumber kontroversi dan ketegangan di kawasan tersebut.

By edwards